Search

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 24 Januari 2012

Air Terjun Pengantin




[scroll]Kembali ke awal tahun 2000-an, tepatnya di tahun 2001, ketika dunia perfilman Indonesia masih berada di dalam era kegelapan, nama Rizal Mantovani sempat mencuat ke permukaan, setelah karyanya, Jelangkung, berhasil menyusul Petualangan Sherina menjadi bibit-bibit awal kebangkitan kembali film Indonesia. Film horror yang digarap dengan sederhana namun sangat efektif tersebut bergulir secara perlahan namun pasti memperoleh banyak penonton di layar bioskop, bahkan memicu tren munculnya berbagai tayangan berbau klenik, tak hanya di layar bioskop, namun juga di layar televisi nasional.


Walaupun sempat mengarahkan beberapa film di luar genre horror, Rizal sepertinya memang dilahirkan untuk menjadi sutradara dari film-film genre tersebut. Ia kembali mengulang sukses ketika filmnya, Kuntilanak (2006) — walaupun memperoleh kritikan tajam — berhasil menarik jumlah penonton yang fantastis, bahkan menjadi film horror Indonesia terlaris hingga saat ini.

Ketika berbagai unsur klenik tradisional telah diekspos habis-habisan di layar lebar, dan ketika sinema horror Indonesia mulai mendapatkan pengaruh genre slasher horror dari Hollywood, maka Rizal pun sepertinya tidak ingin ketinggalan untuk mengeksplorasi genre tersebut. Dengan bantuan Alim Sudio yang menuliskan naskah film, maka lahirlah Air Terjun Pengantin sebagai sebuah film slasher pertama dari sutradara berusia 42 tahun ini.

Dibintangi oleh Tamara Bleszynski sebagai Tiara, seorang mantan seorang atlit wushu yang kemudian mengundurkan diri setelah mengalami kecelakaan yang membuat dirinya mengalami trauma terhadap gelap, Air Terjun Pengantin memulai kisahnya ketika Tiara bersama kekasihnya, Lilo (Kieran Sidhu), mengajak keponakannya, Mandy (Navy Rizky Tavania), dan teman-temannya yang lain untuk berlibur di sebuah pulau bernama Pulau Pengantin.

Selain alamnya yang indah, menurut Lilo, pulau ini memiliki sebuah air terjun yang menurut mitos yang ada, jika seseorang mengucapkan permintaan mereka di bawah air terjun tersebut, niscaya permintaan tersebut akan terkabul. Terbuai dengan keindahan alam Pulau pengantin membuat tidak ada satu pun dari mereka yang mengira bahwa seorang pembunuh keji yang selama ini berkeliaran di pulau tersebut, akan mengancam nyawa mereka di sana.

Entah apa yang berada di benak Rizal Mantovani ketika memfilmkan Air Terjun Pengantin. Lupakan sisi naskah cerita — yang entah bagaimana hampir selalu menjadi kesalahan terbesar dari sebuah film Indonesia — Air Terjun Pengantin, dari sisi teknikal, bahkan tidak dapat diberikan satupun pujian, apalagi jika mengingat nama besar Rizal Mantovani yang berada di balik film ini. Gambar yang diberikan oleh oleh film ini seringkali terlihat terlalu terang di satu adegan, namun bisa cepat dengan berubah menjadi terlalu gelap di adegan lainnya. Hasilnya, tidak ada satupun kualitas gambar yang dapat dengan jelas memberikan jalan cerita yang benar pada film ini.

Gambar hanyalah sebuah persoalan kecil di film ini. Penataan musik film ini bahkan lebih parah. Tercatat nama Andi Rianto berada di kursi penata musik di film Air Terjun Pengantin ini. Namun lihat apa yang telah dikerjakannya. Tidak ada. Andi sepertinya hanya meletakkan berbagai susunan musik — musik yang mengejutkan ketika adegan pembunuhan, orkestra yang mendayu-dayu ketika adegan sedih, dan entah musik bernuansa apa yang dihadirkan ketika Air Terjun Pengantin sedang tidak menghadirkan kedua adegan bernuansa sedih maupun pembunuhan — tanpa memperhatikan esensi emosi dari adegan yang sedang akan ditampilkan. Selain itu, sering sekali timbul ketimpangan musik latar di berbagai adegan film ini. Misalkan saja pada adegan pembuka dimana musik latar memperdengarkan lagu Peterpan, dan kemudian, secara tiba-tiba, snap!, musik latar berganti dengan musik bernuansa mencekam ketika para karakter memasuki Pulau Pengantin. Snap! Langsung berganti seperti itu. Ketimpangan lain yang juga sering terjadi adalah ketika musik latar terdengar lebih kuat dari dialog para karakter.

Dan kita sampai di bagian akting… Sebenarnya tidak perlu banyak membahas departemen akting, karena seluruh pemain film ini sama sekali tidak berakting. Mereka hanya mengikuti jalan cerita, dimana di satu adegan mereka diharuskan untuk terlihat ketakutan (dan gagal), terlihat marah (dan terlihat aneh), terlihat seksi (baiklah… ini mungkin berhasil. Sedikit), dan terlihat menyebalkan (seluruh pemeran entah bagaimana berhasil melakukan hal ini, namun tak ada yang dapat melakukannya sebaik akting tolol yang ditunjukkan Marcel Chandrawinata). Bahkan seorang Tamara Bleszynski, seorang veteran sinema elektronik Indonesia, yang sempat beberapa kali meraih penghargaan akting dari peran-peran yang ia lakukan, sama sekali tidak terlihat berakting. Ia bahkan tidak terlihat untuk berusaha untuk berakting!

Sebenarnya tidak ada salahnya untuk meletakkan seks sebagai bagian dari jalan cerita sebuah film. Namun yang sangat dikeluhkan adalah sineas perfilman Indonesia sepertinya lebih memfokuskan diri mereka untuk menampilkan adegan seks sebaik (dan sepanas) mungkin, namun kemudian kedodoran ketika menyajikan bagian cerita lainnya. Hal ini sangat terasa di Air Terjun Pengantin (dan di banyak film horror Indonesia lainnya). Perjalanan Air Terjun Pengantin sendiri telah menyimpan banyak permasalahan dengan naskah ceritanya yang sangat datar dan buruk. Ini kemudian berbanding lurus dengan tata gambar, tata suara, tata musik, editing dan akting para pemerannya. Salah satu pengalaman terburuk yang pernah terjadi di perfilman Indonesia. Bahkan Koya Pagayo setidaknya mampu (berusaha) menyelipkan satu dua adegan bagus di film-filmnya.[/scroll]

Air Terjun Pengantin (2009)
Directed by Rizal Mantovani Produced by Ody Mulya Hidayat Written by Alim Sudio Starring Tamara Bleszynski, Tyas Mirasih, Marcel Chandrawinata, Kieran Sidhu, Navy Rizky Tavania, Andrew Ralph Roxburgh, Jenny Cortez, Majid Piranha Music by Andi Rianto Distributed by Maxima Pictures Running time 90 min. Country IndonesiaLanguage እንዶነስኣን


0 komentar:

Posting Komentar